Sumber: Introduksi Tentang Soal-soal Pokok Revolusi Indonesia, D.N. Aidit. Djakarta: Jajasan Unuversitas-Rakjat, 1959. Scan PDF Booklet "Introduksi Tentang Soal-soal Pokok Revolusi Indonesia"
Kuliah umum D.N. Aidit yang berjudul “Introduksi tentang Soal-soal Pokok Revolusi Indonesia” ini diucapkan di depan para siswa dan undangan Universitas-Rakjat “Djakarta” pada tanggal 11 Januari 1959, menjelang permulaan kuliah-kuliah dari mata pelajaran Gerakan Kemerdekaan Indonesia pada Jurusan Sosial Politik.
Di dalam kuliah umumnya itu, D.N. Aidit, Sekretaris Jenderal C.C. Partai Komunis Indonesia, dengan padat, mendalam dan jelas menguraikan tentang taktik dan strategi revolusi Indonesia; diungkapkannya tentang sasaran-sasaran, tugas-tugas, kekuatan-kekuatan pendorong dan watak revolusi Indonesia sebagai hasil penyelidikan dan pengalaman dengan berpedoman teori Marxisme-Leninisme dan dengan berpokok pangkal pada kenyataan masyarakat Indonesia sendiri.
Dengan membikin jelas strategi revolusi Indonesia pada tingkat sekarang, diberikanlah kejelasan pula pada hakikat “menyelesaikan revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya” : soal pokok dalam memahami hakikat tekad kembali ke UUD 1945 dewasa ini.
Dengan penerbitan brosur ini dikandunglah harapan agar dengan pengertian yang mendalam tentang soal-soal pokok revolusi Indonesia ini, lebih banyak lagi dan lebih baik lagi kita mengabdikan diri pada revolusi Indonesia.
------------------
Salah satu mata pelajaran Jurusan Sosial Politik “UNRA” (“UNIVERSITAS RAKJAT”) kita ialah tentang “Gerakan Kemerdekaan Indonesia”. Ini adalah mata pelajaran politik yang terutama ditujukan untuk membikin jelas semua soal pokok dan penting daripada Revolusi, yaitu soal strategi dan taktik-taktik pokok Revolusi Indonesia menurut pendirian, pandangan dan metode Marxis-Leninis, menurut ajaran Lenin tentang Revolusi di tanah-tanah jajahan.
Dalam memberikan introduksi pada mata pelajaran politik ini, saya merasa perlu untuk memulai dengan yang bersifat umum terlebih dahulu.
Mengapa kita mengadakan “UNRA” serta bentuk-bentuk pendidikan yang sedikit atau banyak setujuan dengan “UNRA”? Mengapa kawan-kawan, baik komunis maupun yang bukan komunis, suka belajar pada “UNRA”? Padahal “UNRA” tidak menjamin pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik bagi siswa-siswa yang tamat belajar dari sini. Jadi untuk apa semuanya ini? Saya kira tidak salah jika saya katakan bahwa semuanya ini kita lakukan, karena kita semua sudah bertekad bulat untuk mengabdikan diri lebih baik kepada Revolusi Indonesia. Dalam belajar, dan belajar apa saja, tidak ada tujuan yang lebih mulia daripada memperbaiki pengabdian diri kepada revolusi.
Dalam “UNRA” para siswa belajar tentang prinsip-prinsip fundamental Marxisme-Leninisme dan tentang pendirian, pandangan dan metode Marxisme-Leninis dari mata pelajaran-mata pelajaran Ekonomi Politik Marxis dan Gerakan Kemerdekaan Indonesia. Sebagai pelengkap para siswa Jurusan Sosial Politik kita juga mempelajari sejarah Indonesia dan sejarah dunia. Sosial-ekonomi Indonesia, ilmu bumi Indonesia dan dunia, ilmu hukum dan lain-lain. Semuanya dengan maksud supaya dapat mengabdikan diri lebih baik kepada Revolusi Indonesia. Jadi, sasaran belajar kita ialah Revolusi Indonesia.
Belajar dengan sasaran, dan sasarannya ialah Revolusi Indonesia, inilah kawan-kawan yang ingin saya tekankan pada kesempatan ini. Jika kita belajar baik dan bekerja baik, artinya jika kita menguasai Marxisme-Leninisme dan dalam praktek dapat menggunakan pendirian, pandangan dan metode Marxis-Leninis, sasaran yang kita tuju pasti akan kena dan kemenangan Revolusi Indonesia akan tidak terlalu lama lagi.
Kawan-kawan tentu sudah mengetahui bahwa Marxisme untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada tahun 1914, yaitu dengan berdirinya ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging). Sejak waktu itu Marxisme mulai berpadu dengan kegiatan revolusioner massa Rakyat pekerja, ia dipelajari oleh sejumlah kecil intelektual Indonesia dan intelektual Belanda yang ambil bagian dalam gerakan revolusioner Rakyat Indonesia.
Dengan berdirinya PKI pada bulan Mei 1920, di bawah pengaruh yang kuat dari kemenangan Revolusi Oktober Rusia 1917, maka proses perpaduan Marxisme-Leninisme dengan praktek Revolusi Indonesia, dengan kegiatan-kegiatan revolusioner massa Rakyat Indonesia, mengalami perkembangan baru yang menentukan. Sejak itu Marxisme-Leninisme sudah tak terpisahkan lagi dari gerakan massa Rakyat Indonesia. Topan prahara kontra-revolusi kolonial dan nasional sudah tidak mampu memisahkan Marxisme-Leninisme dengan gerakan massa Rakyat Indonesia.
Kalau kita sekarang ingat akan masa tahun 1920-an, bahkan kalau kita ingat seluruh masa sebelum tahun 1951, maka sadarlah kita betapa dangkalnya pengetahuan kaum Komunis tentang Marxisme-Leninisme ketika itu. Maka itu, bukanlah sesuatu yang harus diherankan jika pada masa sebelum tahun 1951 itu perpaduan Marxisme-Leninisme dengan praktek Revolusi Indonesia tidak berlangsung baik dan cepat, dan telah terjadi berbagai kesalahan serius dalam memimpin Revolusi Indonesia.
Tetapi, berkat telah masuknya Marxisme-Leninisme dalam Gerakan Rakyat Indonesia, kesalahan-kesalahan serius dan kegagalan-kegagalan tidak melemahkan, apalagi mematahkan gerakan revolusioner Rakyat Indonesia. Marxisme-Leninisme telah membantu kelas buruh untuk menganalisa dan menyimpulkan kesalahan dan kegagalan, dan dengan demikian mengangkat perjuangan Rakyat Indonesia ke taraf yang lebih tinggi.
Berkat perjuangan dan pengorbanan putra dan putri Indonesia yang terbaik dalam mencari kebenaran dalam abad ke-20 ini guna menyelamatkan tanah air dan Rakyat, keadaan sekarang sudah lain daripada ketika tahun 1920-an. Pengetahuan kita tentang Marxisme-Leninisme sudah agak lumayan, agak mendalam dan mulai meliputi banyak segi. Garis umum PKI sudah tidak menjadi persoalan lagi. Keanggotaan PKI sudah kira-kira 1,5 juta dan hampir semua ambil bagian aktif atau menduduki tempat yang memimpin dalam gerakan Rakyat. Pekerjaan PKI dalam mempertahankan kemerdekaan nasional, membela demokrasi dan perdamaian dunia juga sudah mencapai hasil-hasil yang tertentu. Semuanya ini adalah gejala-gejala yang baik dan wajib disambut oleh semua orang yang revolusioner. Jadi, apa lagi yang harus dilakukan sekarang untuk memperbaiki pekerjaan revolusioner agar Revolusi Indonesia lebih cepat mendapat kemenangan?
Menurut pendapat saya masih ada kelemahan serius yang harus diatasi oleh PKI dan semua orang yang benar-benar ingin supaya Revolusi Indonesia mencapai tujuannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Yang saya maksudkan ialah, bahwa kaum Komunis dan para simpatisannya harus mengubah langgam belajarnya.
Bahwa kaum Komunis harus belajar, itu bukan soal lagi. Sejak PKI berdiri, pemimpin-pemimpin PKI sudah rajin belajar dan kursus-kursus banyak diadakan untuk para kader dan anggota PKI. Selama Revolusi Rakyat tahun 1945-1948, Central Comite PKI telah berhasil mendirikan sebuah “Marx House” dan oleh Comite-comite bawahan telah diorganisasikan banyak kursus-kursus. Tidak seorang pun dapat membantah bahwa PKI adalah Partai yang kader-kader dan anggota-anggotanya rajin belajar. Kerajinan belajar ini pada umumnya dimiliki oleh anggota-anggota PKI sampai sekarang. Ini adalah gejala yang baik.
Tetapi ada hal yang tidak baik pada masa yang lampau dan sekarang juga masih terdapat pada sementara anggota-anggota PKI, ialah belajar yang bertentangan dengan Marxisme-Leninisme, karena memisahkan belajar teori dengan praktek revolusioner. Para siswa pada masa lampau tidak dididik untuk mempertimbangkan praktek revolusi Indonesia dari sudut teori. Teori dan praktek revolusioner ketika itu seperti dua buah roda dari satu sepeda yang berputar menurut arahnya sendiri-sendiri. Sudah tentu tidak bisa maju bukan? Pada waktu itu para guru tidak berusaha menghubungkan pelajaran teori dengan praktek revolusi. Mereka berbicara tentang “menghubungkan” teori dengan praktek, mereka berkata bahwa “teori tanpa praktek adalah tidak berdaya”, tetapi mereka tidak berbuat yang sesuai dengan ucapannya tentang “menghubungkan” teori dengan praktek ini. Guru pada waktu itu hanya penerjemah buku-buku dan para siswa dididik untuk menjadi beo sang guru. Guru tidak berusaha untuk dari sudut Marxisme-Leninisme mengajukan persoalan-persoalan dan pemecahannya dengan demikian para siswa tidak dididik untuk memecahkan persoalan-persoalan konkret. Pada waktu itu, dan sekarang juga masih ada, Marxisme-Leninisme dipelajari dengan metode yang langsung berlawanan dengan Marxisme-Leninisme, melanggar suatu prinsip pokok Marxisme-Leninisme, prinsip kesatuan teori dengan praktek. Dengan tidak sadar, prinsip yang sebaliknya yang diterapkan pada waktu itu, yaitu perpisahan teori dengan praktek.
Pada masa yang lampau Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus yang diadakan juga mengajarkan ekonomi politik, tetapi tidak dengan tujuan agar para siswa mengerti keadaan ekonomi Indonesia dengan keistimewaan-keistimewaannya. Guru yang mengajarkan ilmu politik berbicara tentang pengalaman berbagai revolusi di luar negeri, tetapi tidak berbicara tentang strategi dan taktik-taktik daripada revolusi Indonesia sendiri. Filsafat juga diajarkan dalam Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai pada masa sebelum tahun 1951, tetapi sekadar untuk tahu saja dan guru tidak mengajak para siswa untuk mempelajari logika daripada Revolusi Indonesia. Akibatnya ialah, bahwa keadaan tetap tidak berubah, yaitu bahwa mereka yang tamat dari Sekolah Partai tidak menjadi lebih pandai, malahan tidak sedikit yang menjadi lebih bodoh dan lebih sombong, karena selama masuk Sekolah Partai mereka terpisah dari praktek revolusioner, sedangkan dalam Sekolah Partai mereka hanya dijejali dengan dalil-dalil yang mati, dan mereka yang tamat merasa dirinya sudah menjadi teoretikus. Padahal keadaan mereka masih jauh daripada itu, keadaan mereka tidak lebih daripada seperti seorang yang baru membaca satu atau dua jilid buku roman, tetapi yang sudah berani menamakan dirinya seorang sastrawan. Seorang yang baru membaca buku-buku Marxis sama sekali tidak dapat terus dinamakan teoretikus Marxis, sebagaimana halnya seorang pembaca buku-buku kesusastraan sama sekali tidak dapat terus dinamakan sastrawan.
Pada masa lampau masih sering diartikan bahwa “teoretikus” adalah orang yang hafal sejumlah dalil revolusioner tetapi tidak bisa memecahkan masalah praktis. Si “teoretikus” merasa lebih tinggi martabatnya sebagai “teoretikus” jika ia makin tidak mampu memecahkan masalah-masalah praktis. Pelajaran-pelajaran revolusioner yang praktis sering dianggap pekerjaan orang-orang yang kurang menggunakan otak dalam pekerjaan. Pendeknya, dianggap pekerjaan “kasar”. “Teoretikus” yang demikian ini pada masa lampau pernah kita namakan “kiai Marxis”, yaitu mereka yang pekerjaannya “menjual” dalil-dalil Marxis, tidak peduli apakah dalil-dalil itu cocok atau tidak, berguna atau berbahaya untuk tingkat-tingkat yang tertentu daripada perjuangan revolusioner.
Sejak tahun 1951, jadi setelah mengalami kegagalan pemberontakan tahun 1926, sesudah mengalami kegagalan Revolusi Rakyat tahun 1945-1948 dan sesudah Provokasi Madiun tahun 1948 yang berdarah itu, kaum Komunis meninjau kembali apa yang sudah kejadian, menganalisa kesalahan-kesalahan di masa lampau, membikin kesimpulan-kesimpulan mengenai masa lampau dan untuk pekerjaan lebih lanjut. Pemimpin-pemimpin PKI lebih banyak belajar teori, mereka ambil bagian dalam pekerjaan revolusioner dan usaha sungguh-sungguh untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis yang dihadapi oleh Rakyat Indonesia. Usaha di kalangan pimpinan untuk menguasai prinsip-prinsip fundamental Marxisme-Leninisme dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan pimpinan mulai dengan sungguh-sungguh menggunakan pendirian, pandangan dan metode Marxisme-Leninisme dalam berhadapan dengan Revolusi Indonesia. Sejak itu dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk bekerja berdasarkan keadaan-keadaan di Indonesia sendiri. Berangsur-angsur dipelajari keadaan ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan Indonesia, dan berdasarkan pengetahuan tentang masyarakat Indonesia ini ditentukan apa yang menjadi soal-soal pokok Revolusi Indonesia, seperti soal sasaran-sasaran dan tugas-tugas Revolusi Indonesia, kekuatan yang mendorong Revolusi Indonesia, watak dan perspektif-perspektif Revolusi Indonesia.
Sekarang ini, mulai dari para pembesar-pembesar, anggota-anggota Dewan-dewan Perwakilan sampai pada anak-anak sekolah, suka berbicara tentang “revolusi nasional” dan tentang “menyelesaikan revolusi Agustus 1945”. Tetapi berapakah banyaknya orang yang berbicara tentang revolusi Indonesia itu sudah mengadakan penyelidikan mengenai masyarakat Indonesia dimana revolusi itu berlangsung sehingga dapat menetapkan apa yang menjadi sasaran-sasaran, menjadi tugas-tugas, menjadi kekuatan pendorong, menjadi watak dan menjadi perspektif-perspektif revolusi Indonesia. Atau, jika ingin “menyelesaikan revolusi Indonesia”, berapa banyakkah di antaranya yang sudah mengetahui apa yang harus diselesaikan.
Banyak orang suka berbicara tentang “menyelesaikan revolusi Indonesia”, tetapi apanya yang harus diselesaikan tidak jelas, atau masing-masing mempunyai pengertian sendiri-sendiri. Bagi sebagian orang “revolusi selesai” jika sudah memiliki perusahaan dagang dan dapat untung banyak. Bagi yang lain jika sudah menjadi menteri, atau duta besar, atau pegawai tinggi, atau jenderal dan sebagainya. Bagi kelas buruh dan Rakyat pekerja yang sadar tentu saja lain pengertiannya mengenai penyelesaian revolusi Indonesia. Oleh karena itu sangat urgen adanya pengertian yang sama di kalangan Rakyat Indonesia mengenai apa yang dimaksudkan dengan “penyelesaian revolusi Agustus 1945”. Hanya dengan adanya pengertian yang sama tentang Revolusi Indonesia kita dapat mengadakan langkah-langkah revolusioner yang tepat dan lebih tegap.
Untuk menetapkan apa yang menjadi soal-soal pokok Revolusi Indonesia adalah syarat yang tidak boleh tidak adanya pengetahuan yang dalam, yang hakiki tentang masyarakat Indonesia sekarang. Hal ini sudah tentu tidak berlaku bagi orang-orang yang memang dengan sengaja menentang revolusi Indonesia. Tetapi bagi putera dan puteri Indonesia yang berkemauan baik terhadap Rakyat, pengetahuan tentang masyarakat Indonesia adalah suatu keharusan agar ia dengan lebih sadar dapat terus ambil bagian dalam Revolusi Indonesia.
Kita sering mengatakan bahwa Indonesia sudah merdeka. Jika kita tidak hitung Irian Barat, ini adalah benar. Tidak seorang pun dapat mengatakan bahwa Indonesia masih dijajah. Tetapi sampai ke mana kemerdekaan kita? Apakah kemerdekaan kita setaraf dengan, misalnya, kemerdekaan Malaya, India, Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, RRC dan sebagainya? Apakah kita secara politik benar-benar sudah merdeka? Apakah secara ekonomi kita sudah merdeka sekarang? Bagaimana kebudayaan nasional kita dalam alam Indonesia merdeka sekarang? Apakah kita benar-benar sudah bebas dalam membangun kebudayaan nasional kita? Apakah kita sudah bebas sepenuhnya untuk menentukan segala sesuatu menurut keinginan kita sendiri? Mungkin akan ada orang yang berkata: mengapa soal kemerdekaan dijadikan soal akademis, mengapa masih dipersoalkan taraf kemerdekaan kita.
Mempersoalkan sampai kemana kemerdekaan kita sekarang sama sekali bukan mempersoalkan soal akademis, tetapi soal yang sangat praktis, soal kebutuhan sehari-hari untuk menentukan langkah-langkah praktis dalam perjuangan revolusioner kita. Dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, dapat kita menetapkan soal-soal pokok revolusi kita, soal strategi dan taktik-taktik pokok revolusi.
Jadi, adalah tugas guru-guru politik “UNRA” untuk membahas keadaan masyarakat Indonesia sekarang, apakah Indonesia sekarang sudah merupakan negeri yang merdeka penuh atau masih setengah jajahan? Apakah masyarakat Indonesia sekarang kapitalis atau semi-kapitalis? Apakah feodalisme masih utuh di Indonesia atau hanya tinggal sisa-sisanya saja, dan apakah sisa-sisanya enteng atau berat? Semuanya ini harus dibahas oleh guru-guru politik “UNRA” Juga harus dibahas pengaruh imperialisme dan feodalisme atas politik dan kebudayaan Indonesia sekarang.
Hanya dengan menjelaskan keadaan masyarakat Indonesia sekarang secara baik, guru-guru politik dapat mengemukakan pikiran-pikirannya secara baik mengenai revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit atau tumbuh dari bumi, tetapi ia lahir dari kandungan masyarakat Indonesia sendiri. Oleh karena itu tidak mungkin seseorang berbicara tentang revolusi Indonesia jika tidak mengadakan penyelidikan terlebih dahulu mengenai masyarakat Indonesia sekarang.
Untuk kejayaan revolusi Indonesia, kita boleh dan harus mempelajari revolusi-revolusi di luar negeri. Oleh karena itu para siswa “UNRA” juga harus mempelajari sejarah dunia, yang titik beratnya ialah mempelajari revolusi-revolusi yang penting di dunia, seperti revolusi Amerika, Prancis dan lain-lain. Lebih-lebih lagi, revolusi-revolusi dalam abad ke-20 seperti Revolusi Besar Sosialis Oktober tahun 1917, Revolusi Tiongkok dan lain-lain, sangat penting untuk dipelajari. Tetapi dengan mempelajari semuanya itu sama sekali tidak membebaskan kita untuk mempelajari revolusi Indonesia sendiri. Atau, lebih tepat jika dikatakan bahwa kita mempelajari revolusi-revolusi di luar negeri adalah dengan tujuan untuk lebih mengerti revolusi kita sendiri, dan untuk menemukan jalan-jalan yang cocok buat revolusi kita.
Seorang Indonesia tidak mungkin menjadi orang revolusioner yang sadar jika ia, misalnya, tidak mengerti hakikat daripada kebangunan nasional yang dimulai tahun 1908, hakikat daripada “Serikat Islam” yang didirikan pada tahun 1912, hakikat daripada PKI yang didirikan pada tahun 1920, hakikat daripada pemberontakan tahun 1926-1927, hakikat daripada PNI yang didirikan pada tahun 1927, hakikat daripada “Sumpah Pemuda” tahun 1928 dan hakikat daripada Revolusi Agustus 1945.
Untuk menjadi orang revolusioner Indonesia orang boleh dan harus membaca buku-buku tulisan orang-orang luar negeri, tetapi ia tidak mungkin menjadi orang revolusioner yang sadar pada waktu sekarang, tanpa mempelajari dan mengerti isi tulisan-tulisan pemuka-pemuka revolusi Indonesia seperti, misalnya, tulisan Ir. Sukarno (sekarang Presiden Republik Indonesia) yang berkepala “Mencapai Indonesia Merdeka” dan “Indonesia Menggugat”.
Bahan-bahan yang telah dikumpulkan oleh CC PKI tentang sejarah ekonomi Indonesia, sejarah politik dan sejarah kebudayaan Indonesia, serta bahan-bahan mengenai keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan Indonesia sekarang, akan sangat membantu guru-guru politik “UNRA” dalam mengajak para siswa mempelajari keadaan-keadaan yang nyata dalam masyarakat Indonesia sekarang. Hanya dengan pengetahuan yang didapat dari hasil penyelidikan dan studi mengenai masyarakat Indonesia kita dapat menetapkan apa-apa yang harus kita lakukan untuk mendorong maju revolusi Indonesia, dan selanjutnya untuk “menyelesaikan revolusi Indonesia”.
Dari mempelajari masyarakat Indonesia sekarang para siswa akan mengetahui bahwa di negeri kita sekarang ada penindasan dobel, yaitu penindasan oleh imperialisme dan feodalisme yang telah menyebabkan massa luas daripada Rakyat Indonesia, terutama kaum tani, menjadi makin lama makin melarat dan sejumlah besar menjadi bangkrut, hidup dalam keadaan lapar dan setengah telanjang. Penindasan dobel dari imperialisme dan feodalisme telah menyebabkan sangat tertekannya perkembangan industri nasional dan kebudayaan nasional.
Dari mempelajari keadaan masyarakat Indonesia, para siswa akan mengetahui bahwa dalam masyarakat Indonesia modern sekarang, pertentangan antara imperialisme dengan nasional Indonesia dan pertentangan antara feodalisme dengan massa Rakyat yang terbesar, terutama kaum tani, adalah pertentangan-pertentangan pokok. Dari dua pertentangan pokok ini, pertentangan antara imperialisme dengan nasion Indonesia adalah pertentangan yang terpokok, yang paling utama harus diurus.
Jadi, kalau kita sudah tahu bahwa dalam masyarakat Indonesia sekarang ada penindasan dobel oleh imperialisme dan feodalisme, dan bahwa pertentangan-pertentangan pokok dalam masyarakat Indonesia sekarang adalah pertentangan antara imperialisme dengan nasion Indonesia dan pertentangan antara feodalisme dengan massa Rakyat, terutama kaum tani, maka jelaslah bagi kita bahwa sasaran-sasaran pokok atau musuh-musuh pokok daripada revolusi Indonesia pada tingkat sekarang ialah imperialisme dan feodalisme. Maka itu adalah keliru sekali jika, misalnya, ada orang Komunis yang menganggap kaum Nasionalis atau borjuasi nasional sebagai sasaran revolusi Indonesia, sebagaimana juga keliru jika ada nasionalis atau pemimpin agama yang patriotik menganggap bahwa kaum Komunis dan kelas buruhlah yang menjadi musuh revolusi Indonesia.
Dengan sudah jelasnya sasaran-sasaran pokok revolusi Indonesia dan jika pemimpin-pemimpin Rakyat, baik Komunis maupun bukan Komunis, berpegang teguh pada ini, maka pertentangan-pertentangan yang tidak perlu di kalangan Rakyat dapat dihindari, persatuan nasional akan menjadi lebih kuat dan pukulan terhadap musuh-musuh yang sungguh-sungguh akan lebih keras. Ini berarti mempercepat tercapainya “penyelesaian revolusi Indonesia”.
Menurut pengalaman gerakan revolusioner sejak permulaan abad kita sekarang, energi revolusioner sudah banyak terbuang sebagai akibat pertajaman pertentangan-pertentangan di kalangan Rakyat yang sebetulnya sama sekali tidak diperlukan, dan ini telah sangat menghambat kemajuan revolusi Indonesia. Pemimpin-pemimpin revolusioner yang mempunyai rasa tanggung jawab besar terhadap tanah air dan rakyat senantiasa berusaha untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan kecil di kalangan rakyat dengan jalan baik-baik, dan tidak akan mengobarkannya menjadi pertentangan yang besar sehingga musuh-musuh rakyat, yaitu imperialisme dan feodalisme, sedikit atau banyak bebas dari pukulan gerakan revolusioner. Memperbesar pertentangan di kalangan rakyat, langsung atau tidak langsung adalah membantu musuh-musuh rakyat. Rakyat tidak menyukai siapa saja yang suka memecah-belah persatuan rakyat karena perbuatan demikian adalah kebiasaan kaum imperialis.
Sesudah kita tahu bahwa dalam masyarakat Indonesia sekarang ada dua penindas yang pokok, yaitu imperialisme dan feodalisme, maka menjadi jelaslah bahwa tugas-tugas terpenting daripada revolusi Indonesia ialah menjalankan revolusi nasional untuk mengusir imperialisme, yaitu musuh dari luar, dan menjalankan revolusi demokratis untuk menghapuskan tuan tanah-tuan tanah feodal di dalam negeri. Yang terpokok dari dua tugas terpenting ini ialah menggulingkan imperialisme. Tetapi tidak boleh kita lupakan, bahwa imperialisme hanya dapat digulingkan jika massa rakyat yang luas ambil bagian dalam perjuangan ini. Sebagian besar dari massa rakyat ialah kaum tani yang hidup menderita di bawah tindasan tuan tanah-tuan tanah feodal. Kaum tani hanya dapat dibangkitkan untuk melawan imperialisme jika kaum tani juga dibantu dalam perjuangannya terhadap feodalisme.
Jadi, adalah keliru sekali jika ada orang yang menganggap bahwa tugas revolusi Indonesia sekarang ialah melikuidasi atau menghalangi perkembangan industrialis-industrialis dan pedagang-pedagang nasional, atau menghapuskan milik tanah kaum tani-sedang atau tani-kaya. Juga adalah keliru sama sekali, jika ada orang mengira bahwa tugas revolusi Indonesia ialah membendung gerakan kaum buruh, membendung gerakan kaum tani dan membendung gerakan Komunis. Semua bendungan ini, jika diadakan, adalah merintangi kemajuan revolusi Indonesia, memperlambat penglikuidasian imperialisme dan feodalisme di Indonesia, dan perbuatan ini tidak hanya berarti menentang kodrat yang sedang tumbuh dalam masyarakat Indonesia, tetapi juga berarti membantu musuh-musuh revolusi Indonesia. Membendung gerakan buruh dan gerakan tani Indonesia berarti membendung gerakan Komunis Indonesia, dan membendung gerakan Komunis Indonesia berarti membendung gerakan kaum buruh dan kaum tani Indonesia. Perbuatan ini sama dengan perbuatan kaum reaksioner, ia mengingatkan Rakyat Indonesia pada praktek kaum kolonialis Belanda, militeris Jepang dan kaum reaksioner dalam negeri.
Setelah kita tahu bahwa sasaran-sasaran revolusi Indonesia pada tingkat sekarang ialah imperialisme dan feodalisme, dan bahwa tugas-tugas revolusi Indonesia ialah mengusir imperialisme dan menghapuskan tuan tanah-tuan tanah feodal, maka kita mengumpulkan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat yang konsekuen anti imperialisme dan anti feodalisme, ini artinya mengumpulkan kekuatan pendorong atau kekuatan penggerak revolusi Indonesia. Dalam kekuatan pendorong ini termasuk kelas buruh, kaum tani, kelas borjuis kecil dan elemen-elemen demokratis lainnya yang dirugikan oleh imperialisme dan konsekuen melawan imperialisme. Kekuatan pendorong daripada revolusi Indonesia pada tingkat sekarang kita namakan kekuatan progresif, yaitu kekuatan yang secara obyektif dan sudah teruji konsekuen berada di pihak revolusi. Kekuatan progresif tidak hanya menyetujui hapusnya imperialisme dan feodalisme di Indonesia, tetapi juga menyetujui dan berjuang untuk masyarakat sosialis.
Tetapi kewajiban kita tidak hanya menarik kekuatan progresif yang menjadi kekuatan pendorong revolusi, tetapi juga harus berusaha menarik kekuatan tengah, yaitu menarik borjuasi nasional, yang walaupun berwatak bimbang, tetapi juga anti imperialisme dan anti feodalisme. Mereka bimbang, karena di samping mereka mempunyai pertentangan dengan kaum imperialis dan tuan tanah, mereka juga mempunyai pertentangan dengan kaum buruh dan rakyat pekerja lainnya.
Untuk mencapai tujuan revolusi Indonesia yang bersifat nasional dan demokratis, mempersatukan kekuatan progresif dengan kekuatan tengah, dan ini berarti mempersatukan seluruh kekuatan Rakyat Indonesia, adalah merupakan taktik yang terpenting. Pekerjaan mempersatukan seluruh rakyat, yaitu kaum buruh, kaum tani, borjuasi kecil dan borjuasi nasional, inilah yang kita namakan menggalang front persatuan nasional. Karena bagian yang terbesar daripada Rakyat Indonesia terdiri daripada kaum tani dan kaum buruh, maka tidaklah mungkin ada front nasional yang kuat jika tidak berbasiskan persekutuan kelas buruh dan kaum tani, dan jika tidak dengan pimpinan kelas tertindas yang paling maju dan paling konsekuen, yaitu kelas buruh.
Setelah kita tahu bahwa dalam masyarakat Indonesia ada penindasan dobel dari imperialisme dan feodalisme, dan setelah kita tahu bahwa sasaran-sasaran revolusi Indonesia adalah imperialisme dan feodalisme, bahwa tugas-tugas revolusi Indonesia ialah menggulingkan imperialisme dan feodalisme, dan kewajiban kita bukan hanya menggalang kekuatan progresif tetapi juga harus menarik kaum borjuis nasional, maka dapatlah kita tetapkan bahwa watak revolusi kita pada tingkat sekarang bukanlah proletar sosialis, tetapi nasional-demokratis atau borjuis-demokratis.
Orang yang tidak mengenal masyarakat Indonesia, dan oleh karena itu juga tidak mungkin mengenal revolusi Indonesia, suka berdemagogi, bahwa kita harus menjalankan revolusi sosialis sekarang juga, kita harus menghapuskan kapitalisme nasional sekarang juga. Mereka mungkin orang baik-baik, yang ingin supaya revolusi Indonesia berjalan cepat, tetapi mereka sudah pasti adalah orang yang menjalankan politik tidak berdasarkan kenyataan dalam masyarakat Indonesia, mereka berpikir dan bertindak subyektif, menuruti keinginan pribadi tanpa memperhitungkan keadaan masyarakat. Tetapi di samping itu, ada juga orang-orang yang berdemagogi tentang “revolusi sosialis sekarang”, sengaja dengan maksud untuk mengacaukan revolusi, agar jalannya revolusi terbentur-bentur sehingga lambat mencapai tujuannya. Demagogi semacam ini sangat berbahaya dan akibatnya sangat buruk pada perkembangan gerakan revolusioner. Akibatnya antara lain ialah, timbulnya ketakutan di kalangan borjuasi nasional sehingga mereka memusuhi revolusi atau lebih giat memusuhi revolusi. Dengan demagogi yang jahat ini, kaum reaksioner berusaha mengalihkan pukulan revolusi agar tidak mengenai imperialisme dan tuan tanah. Dengan demagogi “revolusi sosialis sekarang” kaum reaksioner menimbulkan perpecahan dalam kekuatan rakyat, melemahkan front nasional dan berusaha menyelamatkan kaum imperialis dan tuan tanah. Ini tidak bisa tidak berarti memperkuat lawan. Dengan semboyan-semboyan “kiri” kaum demagogi ini memukul kaum kiri yang sejati.
Mengingat masih terbelakangnya ekonomi Indonesia, yaitu ekonomi agraris setengah feodal yang sangat tergantung pada pasar luar negeri, revolusi Indonesia pada tingkat sekarang tidak mungkin mempunyai watak proletar-sosialis. Revolusi Indonesia pada tingkat sekarang bukan hanya tidak bertugas menghapuskan milik perseorangan atas alat produksi yang ada di tangan Rakyat Indonesia, tetapi malahan harus mempertahankan dan memberikan alat produksi berupa tanah dengan cuma-cuma kepada berjuta-juta kaum tani dalam suatu revolusi agraria. Dari sini jelaslah sifat borjuis daripada revolusi Indonesia pada tingkat sekarang. Sifat borjuisnya lebih jelas lagi dari keharusan revolusi Indonesia pada tingkat sekarang membantu industrialis-industrialis dan pedagang-pedagang nasional yang patriotik. Yang harus dilakukan oleh revolusi Indonesia pada tingkat sekarang ialah menyita dan menasionalisasi alat-alat produksi yang ada di tangan kaum kapitalis besar asing. Dari sini jelaslah sifat nasional daripada revolusi Indonesia.
Sesuai dengan watak revolusi Indonesia yang bukan proletar-sosialis, tetapi nasional-demokratis atau borjuis-demokratis, maka pemerintah yang harus didirikan sesuai dengan tuntutan revolusi Indonesia bukanlah pemerintah diktator-proletariat melainkan pemerintah diktator-Rakyat atau pemerintah Demokrasi Rakyat. Pemerintah ini bertindak diktatorial terhadap musuh-musuh rakyat, yaitu kaum imperialis, tuan tanah-tuan tanah feodal dan kaum reaksioner lainnya, tetapi melaksanakan demokrasi yang paling demokratis di kalangan rakyat.
Jika kita berbicara tentang watak borjuis-demokratis daripada revolusi Indonesia pada tingkat sekarang, sama sekali tidak kita maksudkan bahwa wataknya sama, misalnya, dengan revolusi borjuis Prancis tahun 1789. Revolusi Prancis dalam abad ke-18 terjadi dalam situasi dunia dimana kapitalisme sebagai sistem dunia sedang naik. Sejak Revolusi Besar Sosialis Oktober tahun 1917, dunia mulai berpindah dari kapitalisme ke Sosialisme, sistem kapitalisme dunia berada dalam krisis umum. Sejak itu, tiap-tiap revolusi di mana pun ia terjadi, pasti merugikan kaum kapitalis internasional, dan secara obyektif memperkuat Sosialisme. Sekarang Sosialisme bukan hanya sistem yang berkuasa di satu negeri, tetapi sudah menjadi sistem dunia yang keunggulannya atas kapitalisme sudah tidak diragukan lagi. Jadi, juga revolusi Indonesia, dilihat dari perjuangan internasional antara kapitalisme dan Sosialisme, adalah merugikan kapitalisme internasional dan menguntungkan revolusi proletar dunia. Inilah sebabnya revolusi Indonesia pada tingkat sekarang bukanlah revolusi borjuis-demokratis tipe lama, tetapi revolusi borjuis-demokratis tipe baru.
Di atas telah saya kemukakan dengan singkat tentang sasaran-sasaran, tugas-tugas, kekuatan pendorong dan watak daripada revolusi Indonesia sebagai hasil penyelidikan dengan berpedoman teori Marxisme-Leninisme dan dengan berpokok pangkal pada kenyataan masyarakat Indonesia sendiri. Dari uraian di atas juga menjadi jelas bahwa strategi revolusi Indonesia pada tingkat sekarang ialah menyelesaikan revolusi nasional dan demokratis, atau secara populer biasa dinyatakan dengan semboyan “Menyelesaikan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya”.
Sekarang tentu timbul pertanyaan: apakah yang menjadi perspektif atau hari depan revolusi Indonesia, kapitalismekah atau Sosialismekah? Karena revolusi Indonesia, seperti sudah dikatakan di atas, terjadi dalam zaman peralihan dari kapitalisme ke Sosialisme, dalam krisis umum kapitalisme, apalagi sekarang sudah dalam zaman dimana Sosialisme telah menjadi sistem dunia, dan ditambah lagi bahwa Rakyat Indonesia sendiri sudah mempunyai Partai Komunis yang besar dan organisasi-organisasi massa revolusioner, maka hari depan revolusi Indonesia tidak meleset lagi, yaitu Sosialisme dan Komunisme. Mungkin ada orang-orang yang tidak suka pada hari depan ini, tetapi hal ini tidak tergantung pada orang-orang yang risau dan berkepala batu. Ini adalah hukum perkembangan daripada masyarakat dan perkembangan ke Sosialisme dan Komunisme didukung oleh rakyat perkerja di seluruh dunia, tidak terkecuali rakyat pekerja Indonesia.
Zaman bersama kita dalam memenangkan Revolusi Agustus 1945 sampai sepenuhnya dan dalam menuju ke Sosialisme dan Komunisme. Jadilah anak zaman yang setia kepada tujuannya, yaitu Sosialisme dan Komunisme.