Pembagian kerja, menurut M. Proudhon, membuka rangkaian-rangkain evolusi-evolusi ekonomi.
Sisi baik dari pembagian kerja: "Ditinjau dalam esensinya, pembagian adalah cara persamaan kondisi-kondisi dan inteligensi direalisasikan" [Vol.I, hal.93.] "Pembagian kerja telah menjadi sebuah alat kemiskinan bagi kita" [Vol.I, hal. 94.]
Sisi buruk dari pembagian kerja: "Kerja, dengan membagi diri sendiri sesuai hukum yang khas baginya, dan yang merupakan kondisi primer dari keberhasilannya, berakhir dalam negasi tujuan-tujuannya dan menghancurkan diri sendiri." [Vol. I, hal. 94.]
Problem yang mesti dipecahkan: "Mendapatkan rekomposisi yang menghapus kelemahan-kelemahan dari pembagian itu, sambil mempertahankan efek-efeknya yang berguna." [Vol.I, hal. 97.]
Pembagian kerja adalah, menurut M. Proudhon, suatu hukum kekal, suatu kategori abstrak sederhana. Karenanya abstraksi itu, ide itu, kata itu mesti cukup baginya untuk menjelaskan pembagian kerja pada berbagai kurun-zaman berbeda. Kasra-kasra, korporasi-korporasi, manifaktur, industri raksasa mesti dijelaskan dengan satu kata tunggal “pembagian.” Pertama-tama, pelajarilah dengan secermatnya arti “membagi,” dan anda tidak akan usah mempelajari berbagai pengaruh yang telah memberikan pada pembagian kerja itu suatu sifat tertentu pada setiap kurun-zaman.
Sudah tentu, segala sesuatu akan menjadi terlalu gampang jika direduksi pada kategori-kategori M. Proudhon. Sejarah tidak berlangsung sebegitu kategorikal. Telah memerlukan tiga abad penuh di Jerman untuk menegakkan pembagian kerja pertama yang besar, yaitu pemisahan kota-kota dari pedesaan. Dalam proporsi sebagaimana hubungan satu ini antara kota dan desa telah dimodifikasi, begitulah seluruh masyarakat dimodifikasi. Dengan hanya mengambil satu aspek dari pembagian kerja ini saja, anda mendapatkan republik-republik tua itu, dan anda mendapatkan feodalisme kristiani; anda mendapatkan Inggris tua dengan para baronnya dan anda mendapatkan Inggris modern dengan raja-raja katunnya. Pada abad ke XIV dan XV, ketika masih belum ada koloni-koloni, ketika Amerika belum ada bagi Eropa, ketika Asia ada hanya lewat perantaraan Konstantinopel, ketika Mediterania menjadi pusat kegiatan perdagangan, maka pembagian kerja mempunyai suatu bentuk yang sangat berbeda, suatu aspek yang sangat berbeda dari yang dari abad ke XVII, ketika orang-orang Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris dan Perancis mendirikan koloni-koloni di semua bagian dunia. Luasnya pasar, fisiognominya, memberikan pada pembagian kerja kepada berbagai periode suatu fisiognomi, suatu watak, yang akan sulit sekali dideduksi dari kata tunggal “membagi,” dari ide itu, dari kategori itu.
“Semua ahli ekonomi sejak Adam Smith,” M. Proudhon berkata,
“telah menunjukkan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan hukum pembagian, tetapi lebih banyak menekankan pada yang tesebut duluan daripada yang tersebut belakangan, karena itu lebih melayani optimisme mereka, dan tiada dari mereka yang pernah mempertanyakan apakah gerangan menjadi kelemahan-kelemahan bagi suatu hukum ... Bagaimana azas yang sama, yang dijalankan secara ketat hingga segala konsekuensinya, menghasilkan akibat-akibat yang berlawanan secara diametrikal? Tidak seorangpun ahli ekonomi sebelum atau sejak A. Smith yang pernah memahami bahwa di sini ada sebuah masalah untuk dibikin terang. Sayang sampai sejauh pengakuan bahwa dalam pembagian kerja penyebab yang sama yang memproduksi yang baik, melahirkan (pula/juga) yang buruk.” [I, 95-96]
Pemikiran Adam Smith jauh melampaui yang dibayangkan M. Proudhon. Adam Smith dengan jelas melihat bahwa “perbedaan bakat-bakat alamiah pada berbagai orang, dalam kenyataannya, adalah jauh lebih kecil daripada yang kita sadari; dan jenius yang sangat berbeda yang tampak membedakan orang-orang dari berbagai profesi, tatkala menjadi dewasa, tidaklah lebih menjadi sebab daripada sebagai akibat pembagian kerja.”[ 20].[33] Pada dasarnya, seorang penjaga pintu tidak lebih berbeda dari seorang filsuf daripada seekor anjing doberman dari seekor greyhound. Adalah pembagian kerja itu yang menjadi jurang di antara mereka. Semua ini tidak menghalangi M. Proudhon untuk berkata–di sesuatu tempat–bahwa Adam Smith sama sekali tidak mempunyai ide mengenai kekurangan-kekurangan yang dihasilkan oleh pembagian kerja. Ini pula yang membuatnya mengatakan bahwa J. B. Say adalah yang paling “pertama” yang mengakui “bahwa dalam pembagian kerja sebab yang sama yang menghasilkan kebaikan, menimbulkan (juga) keburukan.” [I 96]
Tetapi, marilah kita mendengar Lemontey; Suum Cuique.[34]
“M. J.B. Say telah memberi kehormatan padaku dengan mengadopsi asas yang telah kuungkapkan dalam fragmen mengenai pengaruh moral pembagian kerja, dalam karyanya yang bagus mengenai ekonomi politik. Judul bukuku[35] yang agak dangkal tak pelkak lagi telah menghalanginya untuk mengutip diriku. Hanya pada motif ini aku dapat menjulukkan kebungkaman seorang penulis yang begitu kaya persediaannya untuk mengingkari suatu pinjaman yang begitu tidak berarti.” (Lemontey, Oeuvres completes, Vol.I, hal. 245, Paris 1840.)
Baiklah kita bersikap adil: Lemontey dengan jenaka menelanjangi akibat-akibat tidak menyenangkan dari pembagian kerja sebagaimana itu dibentuk dewasa ini, dan M. Proudhon tidak mempunyai kemampuan apapun untuk ditambahkan pada hal itu. Tetapi kini, setalah karena kesalahan M. Proudhon, kita telah diseret ke dalam masalah prioritas ini, biarlah kita mengatakannya lagi selintas kilas, bahwa lama sebelum M. Lemontey, dan tujuhbelas tahun sebelum Adam Smith, yang adalah muridnya A. Ferguson, yang namanya tersebut paling belakangan ini telah memberikan pemaparan yang jelas mengenai subjek itu dalam sebuah bab yang khususnya mempersoalkan pembagian kerja.
Bahkan mungkin dapat disangsikan, apakah ukuran kapasitas nasional meningkat dengan kemajuan keahlian-keahlian. Banyak keahlian mekanis ... paling baik keberhasilannya di bawah suatu penindasan total terhadap sentimen dan penalaran; dan ketidak-tahuan adalah bundanya kerajinan/industri maupun ketahyulan. Perenungan dan khayalan mudah salah; tetapi suatu kebiasaan menggerakkan tanga, atau kaki, bersifat bebas dari kedua-duanya. Karenanya, manufaktur-manufaktur paling makmur, jika otak paling sedikit dikonsultasi/dikerahkan, dan di mana pabrik dapat, tanpa terlalu banyak pengerahan imajinasi, dianggap sebagai sebuah mesin, yang bagian-bagiannya adalah manusia ... Perwira jenderal mungkin saja seorang ahli dalam pengetahuan tentang perang, sedangkan kemahiran seorang serdadu dibatasi pada beberapoa gerak tangan dan kaki saja. Yang disebut duluan mungkin telah memperoleh yang menjadi kehilangan yang tersebut belakangan ... Dan berpikir itu sendiri, pada zaman perpisahan-perpisahannya ini, mungkin telah menjadi suatu keahlian yang khas. (A. Ferguson, An Essay on the History of Civil Society, Edinburgh 1783 [II 108, 109, 110].}
Untuk mengakhiri tinjauan literer ini, kita dengan sengaja menolak bahwa “semua ahli ekonomi telah lebih banyak berkeras mengenai keuntungan-keuntungan daripada kekurangan-kekurangan pembagian kerja.” Untuk hal ini cukuplah dengan menyebut Sismondi.
Demikianlah, sejauh yang menyangkut “kelebihan-kelebihan” pembagian kerja itu, M. Proudhon tidak berbuat apapun dalam kelanjutannya daripada hanya mengubah-ubah kalimat-kalimat umum yang sudah diketahui setiap orang.
Mari kita sekarang melihat bagaimana ia menurunkan pembagian kerja, sebagai sebuah hukum umum, sebagai suatu kategori, sebagai suatu pikiran, “kekurangan-kekurangan” yang melekat padanya. Bagaimana dan mengapa kategori ini, hukum ini berarti suatu pembagian yang tidak merata/tidak adil dari kerja hingga merugikan sistem ekualitarian M. Proudhon?
Pada saat gawat dari pembagian kerja itu, angin-angin taufan mulai berhembus diatas kemanusiaan. Kemajuan tidak terjadi bagi semua dengan cara yang sama/adil dan seragam ... Ia berawal dengan menguasai suatu jumlah kecil kaum yang berhak-istimewa ... Adalah pilih-kasih (preferensi) akan orang-perorangan dari pihak kemajuan itu yang untuk sekian lama menopang kepercayaan pada ketidak-samaan/ketidak-adilan kondisi-kondisi secarea alamiah dan penakdiran, telah melahirkan kasta-kasta, dan secara hirarki membentuk semua masyarakat. (Proudhon, Vol.I, hal. 94.)
Pembagian kerja telah menciptakan kasta-kasta. Nah, kasta-kasta itu adalah kekurangan-kekurangan pembagian kerja; maka itu, adalah pembagian kerja yang telah menimbulkan kemunduran-kemunduran/kelemahan-kelemahan itu. Quod erat demonstrandum.[36] Anda hendak melanjutkan dan bertanya apakah yang membuat pembagian kerja itu menciptakan kasta-kasta, konstitusi-konstitusi hierarkikal dan orang-orang berhakl-istimewa? M. Proudhon akan memberitahukan: Kemajuan. Dan apakah yang membuat kemajuan itu? Pembatasan. Pembatasan, bagi M. Proudhon, adalah penerimaan person-person dipihak kemajuan.
Setelah filsafat datanglah sejarah. Dan bukan lagi sejarah deskriptif ataupun sejarah dialektikal, ia adalah sejarah komparatif. M. Proudhon menegakkan suatu kesejajaran (paralel) antara pekerja percetakan zaman sekarang dengan pekerja percetakan Abad Pertengahan; antara pekerja Creusot dan pandai besi pedesaan; antara pujangga masa kini dan pujangga Abad-abad Pertengahan, dan ia menekan imbangan itu pada pihak yang sedikit-banyak tergolong pada pembagian kerja sebagaimana Abad-abad Pertengahan membentuk dan mentrans-misikannya. Ia mempertentangkan pembagian kerja dari satu kurun-zaman historis dengan pembagian kerja suatu kurun-zaman historis lainnya. Itukah yang mesti dibuktikan oleh M. Proudhon? Tidak. Semestinya ia menunjukkan kepada kita kelemahan-kelemahan pembagian kerja pada umumnya, mengenai pembagian kerja serbagai suatu kategori. Kecuali itu, mengapa menekankan pada bagian karya M. Proudhon ini, karena tidak lama kemudian kita akan melihatnya secara formal mencabut semua perkembangan yang dikatakannya itu.
“Efek pertama dari kerja fraksional,” M. Proudhon melanjutkan,
“setelah pencabutan jiwa/roh, adalah perpanjangan kerja regu pengganti, yang bertumbuh dalam rasio terbalik dengan jumlah total inteligensi yang dikerahkan ... Tetapi lamanya kerja regu pengganti tidak dapat melampaui enam-belas hingga delapan-belas jam per hari, saat kompensasi tidak dapat diambil dari waktu, ia akan diambil dari harga, dan upah-upah akan menjadi berkurang ... Yang pasti adalah, dan ini satu-satunya hal untuk kita catat, adalah bahwa hati-nurani universal tidaklah menilai pekerjaan seorang mandor dan pekerjaan seorang mekanik pembantu dengan tingkat yang sama. Karenanya haruslah dikurangi harga sehari kerja itu; sehingga si pekerja, setelah dilukai jiwanya oleh suatu fungsi yang menurunkan martabatnya, tidak luput dari penganiayaan tubuhnya oleh tiada berartinya pengupahan yang diterimanya.” [I 97-98]
Kita beralih padsa nilai logis silogisme-silogisme (pengambilan kesimpulan dari dua buah pernyataan), yang oleh Kant akan disebut paralogisme-paralogisme yang menyesatkan.
Ini substansinya:
Pembagian kerja mereduksi pekerja pada suatu fungsi yang menurunkan/merendahkan derajatnya; pada fungsi yang merendahkan derajat itu bersesuaian dengan suatu jiwa yang rendah-derajatnya; pada perendahan derajat jiwa itu bersesuaian dengan kian berkurangnya pengupahan. Dan untuk membuktikan bahwa penurunan ini bersesuaian dengan suatu jiwa yang rendah, M. Proudhon berkata, demi menenangkan hati-nuraninya, bahwa hati-nurani universal menghendakinya seperti itu. Mestikah jiwa M. Proudhon diperhitungan sebagai sebagian dari hati-nurani universal?
“Mesin-mesin” adalah, bagi M. Proudhon, “antitesis logis dari pembagian kerja,” dengan dengan bantuan dialektikanya, ia mulai dengan mengubah mesin-mesin menjadi “pabrik-pabrik.”
Setelah mempradugakan pabrik modern, agar supaia menjadikan kemiskinan itu akibat dari pembagian kerja, M. Proudhon memprakirakan kemiskinan ditimbulkan oleh pembagian kerja, agar sampai pada pabrik dan agar dapat mewakilinya sebagai negasi dialektikal dari kemiskinan itu. Setelah memukul pekerja secara moral dengan suatu “fungsi yang merendahkan,” secara fisik dengan tidak berartinya upah; setelah menempatkan pekerja di bawah “ketergantungan pada mandor,” dan menistakan pekerjaannya pada “kerja seorang pembantu mekanik,” ia kembali melemparkan kesalahan pada pabrik dan mesin-mesin yang “menistakan” pekerja “dengan memberikan seorang majikan padanya,” dan ia melengkapi penistaannya itu dengan membuatnya “tenggelam dari derajat seorang artisan/ahli pada derajat seorang buruh biasa.” Dialektika yang hebat sekali! Dan seandainya ia berhenti hingga di situ saja! Tetapi tidak, ia mesti mempunyai suatu sejarah baru dari pembagian kerja itu, tidak lagi menurunkan konrtradiksi-kontradiksi darinya, melainkan merekonstruksi pabrik menurut gayanya sendiri. Untuk mencapai tujuan ini ia mendapatkan dirinya terpaksa melupakan semua yang baru saja dikatakannya tentang pembagian.
Kerja itu terorganisasi, adalah terbagi secara berbeda menurut perkakas-perkakas yang dikuasainya. Penggilingan-tangan mengandaikan suatu pembagian kerja yang lain dari yang dari penggilingan-uap.Dengan demikian berada menampar sejarah di mukanya jika hendak memulai dengan pembagian kerja pada umumnya untuk kemudian sampai pada sebuah perkakas produksi khusus, yaitu mesin.
Mesin tidak lebih merupakan suatu kategori ekonomi daripada lembu kebiri yang menarik bajak. Mesin adalah hanya sekedar tenaga produktif. Pabrik modern, yang bergantung pada penerapan permesinan, adalah suatu hubungan produksi sosial, suatu kategori ekonomi.
Mari kita melihat bagaimana terjadinya peristiwa-peristiwa dalam imajinasi M. Proudhon yang menakjubkan itu.
Di dalam masyarakat, terus-menerus munculnya permesinan adalah antitesis, rumusan terbalik dari pembagian kerja; ia adalah protes jenis industrial terhadap kerja fraksional dan homicidal (yang membunuh manusia). Apakah, sebenarnya, sebuah mesin itu? Suatu cara menyatukan bagian-bagian kerja yang berbeda-beda yang telah dipisah-pisahkan oleh pembagian kerja. Setiap mesin dapat didefinisikan sebagai suatu ringkasan dari berbagai operasi ... Begitulah, melalui mesin itu akan terjadi suatu pemulihan para pekerja itu ... Permesinan, yang di dalam ekonomi politik menempatkan dirinya dalam kontradiksi dengan pembagian kerja, merupakan sintesis, yang dalam pikiran manusia berlawanan dengan analisis ... Pembagian cuma memisahkan bagian-bagian yang berbeda dari kerja, membiarkan masing-masingnya mengabdi dirinya sendiri pada kekhususan yang paling cocok baginya; pabrik mengelompokkan para pekerja menurut hubungan masing-masing bagian pada keseluruhannya ... Ia memperkenalkan azas otoritas dalam kerja…. Tetapi ini belum semuanya; mesin atau pabrik, setelah menistakan pekerja dengan memberikan padanya seorang majikan, melengkapkan p[enistaan itu dengan membuatnya tenggelam dari peringkat seorang ahli ke peringkat seorang pekerja biasa ... Masa yang saat ini sedang kita lalui, yaitu masanya mesin, dicirikhaskan oleh suatu karakteristik istimewa, pekerja upahan. Pekerja upahan datang kemudian setelah pembagian kerja dan setelah pertukaran. [I 135, 136, 161]
Sebuah catatan saja bagi M. Proudhon. Pemisahan bagian-bagian yang berbeda-beda kerja, memberikan pada masing-masing kesempatan untuk mengabdikan dirinya sendiri pada kekhususan yang paling cocok baginya–suatu perpisahan yang M. Proudhon mengasal-usulkan dari awal permulaan dunia– hanya ada dalam industri modern di bawah kekuasaan persaingan.
M. Proudhon seterusnya memberikan pada kita suatu “genealogi menarik,” untuk menunjukkan bagaimana pabrik itu lahir dari pembagian kerja dan lahirnya pekerja upahan dari pabrik itu.
1) Ia mengandaikan seorang yang “mengamati bahwa dengan membagi bagi produksi ke dalam bagian-bagian yang berbeda-beda dan membiarkan masing-masingnya dilakukan oleh seorang pekerja tersendiri,” maka kekuatan-kekuatan produksi akan dilipatgandakan.
2) Orang ini, yang “menangkap jalur gagasan ini, mengatakan pada dirinya sendiri bahwa, dengan membentuk suatu kelompok permanen terdiri atas para pekerja yang dipilih untuk maksud khusus yang ditentukannya bagi dirinya sendiri, ia akan memperoleh suatu produksi yang lebih berkelanjutan, dsb.” [I 161]
3) Orang ini mengajukan sebuah usulan pada orang-orang lain, agar mereka menangkap gagasannya itu dan jalur gagasannya.
4) Orang ini, pada permulaan industri bekerja berdasarkan syarat-syarat persamaan/keadilan dengan mitra-mitra kerjanya yang kemudian menjadi kaum pekerjanya.
5) Orang menyadari, sebenarnya, bahwa persamaan/keadilan original ini telah dengan cepat menghilang dengan mengingat kedudukan yang menguntungkan dari sang majikan dan ketergantungan dari yang berpendapatan upah itu. [I 163]
Itu sebuah contoh lain dari metode historis dan deskriptif M. Proudhon.
Sekarang mari kita memeriksa, dari sudut pandangan historis dan ekonomi, apakah pabrik atau mesin itu benar-benar memperkenalkan “azas otoritas” dalam masyarakat sesudah pembagian kerja; apakah ia merehabilitasi pekerja di satu pihak, sambil menyerahkannya kepada otoritas di lain pihak; apakah mesin itu gubahan kembali dari kerja yang dibagi, “sintesis kerja” sebagai lawan dari “analisisnya.”
Masyarakat sebagai suatu keseluruhan ada persamaannya dengan bagian dalam (interior) sebuah pabrik, yaitu bahwa ia juga mempunyai pembagian kerjanya. Jika orang mengambil pembagian kerja dalam sebuah pabrik modern sebagai model, yaitu untuk menerapkannya pada suatu masyarakat keseluruhan, maka masyarakat yang terorganisasi paling baik bagi produksi kekayaan tak disangsikan lagi adalah yang mempunyai seorang kepala pemberi-kerja tunggal, yang membagi-bagi tugas pada berbagai anggota komunitas menurut suatu peraturan yang ditetapkan terlebih dulu. Tetapi tidak demikianlah kasusnya. Sementara di dalam pabrik modern pembagian kerja itu diatur secara cermat sekali oleh otoritas pemberi pekerjaan, masyarakat modern tidak mempunyai peraturan lain, tiada otoritas lain bagi distribusi kerja kecuali persaingan bebas.
Di bawah sistem patriarkal, di bawah sistem kasta, di bawah sistem feodal dan korporatif, terdapat pembagian kerja dalam keseluruhan masyarakat menurut peraturan-peraturan tetap. Adakah peraturanperaturan ini ditentukan oleh seorang pembuat undang-undang (legislator)? Tidak. Asalnya lahir dari kondisi-kondisi produksi material, mereka baru lama kemudian diangkat ke status undang-undang. Dengan cara demikian maka berbagai bentuk pembagian kerja ini menjadi (pula) sekian banyak basis organisasi sosial. Sedangkan mengenai pembagian kerja di pabrik, itu sangat sedikit sekali berkembang di dalam segala bentuk masyarakat ini.
Bahkan dapat dipastikan sebagai suatu ketentuan umum bahwa semakin kurang otoritas menguasai pembagian kerja di dalam masyarakat, semakin berkembang pembagian kerja itu dalam pabrik, dan semakin ia ditundukkan pada otoritas seorang secara tunggal. Demikianlah otoritas di pabrik dan otoritas di dalam masyarakat, dalam hubungannya dengan pembagian kerja, adalah dalam rasio terbalik satu sama lainnya.
Pertanyaannya sekarang adalah jenis pabrik adapakah yang di dalamnya pekerjaan-pekerjaan itu sangat terpisah-pisah, di mana setiap tugas pekerja direduksi menjadi suatu operasi yang sangat sederhana, das di mana otoritas, modal mengelompokkan dan mengatur pekerjaan. Bagaimana pabrik ini dilahirkan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita mesti memeriksa bagaimana industri manufaktur, sesuai ketepatan namanya, telah berkembang. Aku berbicara di sini tentang industri yang belum merupakan industri modern, dengan mesin-mesinnya, tetapi yang tidak lagi industrinya kaum pengrajin Abad-abad Pertengahan, juga bukan industri domestik. Kita tidak akan memasuki rinciannya lebih jauh: kita hanya akan memberikan beberapa pokok utama untuk menunjukkan bahwa sejarah tidaklah terbuat dari/dengan perumusan-perumusan. Salah-satu kondisi yang bersifat mutlak bagi pembentukan industri manufaktur adalah akumulasi modal , yang difasilitasi oleh ditemukannya benua Amerika dan import logam-logam berharganya.
Telah dibuktikan dengan secukupnya bahwa peningkatan alat-alat pertukaran mengakibatkan depresiasi upah-upah dan sewa-tanah, di ssatu pihak, dan pertumbuhan laba-laba industrial di lain pihak. Dengan kata-kata lain: sampai sejauh klas bermilik dan klas pekerja, tuan-tuan feudal dan rakyat, tenggelam, hingga sejauh itulah klas kapitalis, borjuasi, naik.
Namun masih terdapat situasi-situasi lain yang secara serentak menyumbang pada perkembangan industri manufaktur: bertambahnya barang-barang dagangan yang dimasukkan dalam peredaran dari saat perdagangan telah menyusupi Hindia Timur lewat Tanjung Harapan; sistem kolonial; perkembangan perdagangan maritim. Satu hal lain yang masih tidak secara secukupnya dinilai dalam sejarah industri manufaktur adalah dibubarkannya berbagai pengiring tuan-tuan feodal yang barisan bawahannya menjadi petualang-petualang sebelum masuk ke pabrik. Penciptaan pabrik didahului oleh suatu petualangan yang nyaris bersifat universal di abad-abad ke XV dan XVI. Di samping itu, pabrik mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari banyak kaum tani yang terusir dari pedesaan dikarenakan transformasi ladang-ladang menjadi perumputan dan karena kemajuan dalam agrikultur memerlukan lebih sedikit tenaga bagi penggarapan tanah, terus melangsungkan kongregasi di kota-kota selama berabad-abad.Pertumbuhan pasar, akumulasi modal, modifikasi kedudukan sosial dari klas-klas, sejumlah besar orang terampas sumber-sumber pendapatannya, kesemuanya ini merupakan prakondisi-kondisi bagi pembentukan ,manufaktur. Dan bukannya, seperti dikatakan M. Proudhon, kesepakatan-kesepakatan bersahabat antara orang-orang sederajat yang mengumpulkan orang-orang ke dalam pabrik. Ia bahkan tidak di gubuk gilde-gilde lama manufaktur itu dilahirkan. Adalah sang pedagang yang telah menjadi kepala pabrik modern, dan bukannya kepala gilde lama. Hampir di mana-mana terjadilah pergulatan mati-matian antara manufaktur dan kerajinan. Akumulasi dan konsentrasi alat-alat dan kaum pekerja mendahului perkembangan pembagian kerja di dalam pabrik. Manufaktur lebih banyak terdiri atas dikumpulkannya banyak pekerja dan banyak kerajinan/keahlian di satu tempat, dalam satu ruangan di bawah komando satu modal, daripada dalam analisis kerja dan adaptasi seorang pekerja khusus untuk satu tugas yang sangat sederhana. Kegunaan sebuah pabrik bukan terletak pada pembagian kerja itu sendiri, melainkan lebih karena situasi bahwa pekerjaan dilakukan dalam skala jauh lebih besar, sehingga banyak biaya-biaya tidak perlu dapat dihemat, dsb. Pada akhir abad ke XVI dan pada awal abad keXVII, manufaktur Belanda nyaris mengenai pembagian kerja apapun. Perkembangan pembagian kerja mengandaikan pengumpulan kaum bekerja di sebuah pabrik. Tiada satupun contoh, apakah itu di abad ke XVI atau di abad ke XVII, mengenai berbagai cabang satu dan keahlian/kerajinan yang sama yang dieksploitasi secara terpisah hingga mencukupi untuk semuanya digabungkan dalam satu tempat untuk mencapai suatu pabrik yang lengkap dan siap-pakai. Tetapi begitu orang-orang dan alat-alat itu telah dikumpulkan, maka pembagian kerja, sebagaimana yang telah ada di dalam bentuk gilde-gilde, di reproduksi, mau-tidak-mau dicerminkan di dalam pabrik itu. Bagi M. Proudhon, yang melihat segala sesuatu itu secara jungkir-balik, kalaupun ia memang melihatnya, maka pembagian kerja, dalam pengertian Adam Smith, mendahului pabrik, yang adalah satu syarat dari keberadaannya. Permesinan, menurut arti sebenarnya, berasal dari akhir abad ke XVIII. Tiada yang lebih absurd daripada melihat dalam permesinan itu antitesis dari pembagian kerja.
Mesin adalah suatu penyatuan dari alat-alat kerja, dan sama sekali bukan suatu perpaduan dari berbagai operasi bagi pekerja itu sendiri. “Manakala, oleh pembagian kerja,tiap operasi khusus telah disederhanakan pada penggunaan sebuah alat/perkakas tunggal, maka perkaitan semua alat-alat ini, yang digerakkan oleh sebuah mesin tunggal, merupakan – sebuah mesin.” (Babbage, Traite sur l’Economie des machines, dsb., Paris 1833.[37] Alat-alat sederhana; akumulasi alat-alat; alat-alat majemuk; digerakkannya sebuah alat majemuk oleh sebuah mesin tangan tunggal, oleh manusia; digerakkannya alat-alat itu oleh kekuatan-kekuatan alam, mesin-mesin; sistem mesin-mesin yang mempunyai sebuah motor; sistem mesin-mesin yang mempunyai satu motor otomatik – inilah kemajuan permesinan itu.
Konsentrasi alat-alat produksi dan pembagian kerja adalah sama tidak terpisahkannya satu-sama-lain seperti –dilingkup politik– konsentrasi otoritas publik dan pembagian kepentingan-kepentingan partikelir. Inggris, dengan terkonsentrasinya tanah, alat kerja agrikultur ini, pada waktu bersamaan mempunyai pembagian kerja agrikultur dan penerapan permesinan dalam eksploitasi tanah. Perancis, yang mempunyai pembagian alat-alat, sistem pemilikan kecil, tidak mempunyai, pada umumnya, pembagian kerja agrikultur maupun penerapan permesinan dalam eksploitasi tanah.
Bagi M. Proudhon konsentrasi alat-alat kerja adalah negasi dari pembagian kerja. Dalam kenyataannya kembali kita dapatkan kebalikannya. Dengan berkembangnya konsentrasi alat-alat, maka pembagian berkembang juga, dan begitulah vice versa. Inilah sebabnya mengapa setiap penemuan baru yang penting di bidang mekanis disusul dengan suatu pembagian kerja yang lebih besar, dan setiap peningkatan dalam pembagian kerja pada gilirannya menimbulkan penemuan-penemuan baru di bidang mekanis. Kita tidak perlu menyebutkan lagi kenyataan bahwa kemajuan besar pembagian kerja telah dimulai di Inggris setelah penemuan mesin. Demikianlah para penenun dan pemintal untuk sebagian besar adalah kaum tani seperti yang masih dapat kita jumpai di negeri-negeri terbelakang. Penemuan permesinan telah mengakibatkan perpisahan industri manufaktur dari industri agrikultura. Para penenun dan pemintal, yang dipersatukan baru belakangan sekali dalam satu keluarga tunggal, telah dipisahkan oleh mesin. Berkat mesin itu, pemintal dapat hidup di Inggris, sedangkan penenun tinggal di Hindia Timur. Sebelum penemuan permesinan, industri di sesuatu negeri terutama dijalankan dengan bahan-mentah yang menjadi produk negeri sendiri; di Inggris –wol, di Jerman– rami halus, di Perancis –sutera dan rami halus, di Hindia Timur dan Timur Tengah– katun, dsb. Berkat penerapan permesinan dan uap, pembagian kerja mampu memperoleh dimensi-dimensi sehingga industri secara besar-besaran, terpisah dari bumi nasional sepenuhnya bergantung pada pasar dunia, pada pertukaran internasional, pada suatu pembagian kerja internasional. Singkat kata – mesin itu mempunyai pengaruh yang demikian besar atas pembagian kerja, sehingga tatkala, dalam manufaktur sesuatu obyek, suatu cara telah ditemukan untuk memproduksi bagian-bagian darinya secara mekanis, manufaktur memecah diri seketika menjadi dua pekerjaan yang bebas satu dari yang lainnya. Perlukah kita berbicara tentang filantropi dan tujuan takdir yang diungkap M. Proudhon dalam penemuan dan penerapan pertama permesinan?
Ketika pasar di Inggris telah berkembang begitu jauhnya sehingga kerja manual tidak lagi mencukupi, keperluan akan permesinan dirasakan. Kemudian datang gagasan mengenai penerapan ilmu pengetahuan mekanis, yang sudah sangat berkembang di abad ke XVIII.
Pabrik otomatik memulai karirenya dengan langkah-langkah yang jauh daripada filantropik. Anak-anak dipekerjakan dengan ancaman lecut; mereka dijadikan obyek lalulintas dan kontrak-kontrak dibuat dengan panti-panti yatim-piatu. Semua undang-undang mengenai kerja-magang kaum buruh dibatalkanb, karena, memakai frasiologi M. Proudhon, tidak ada lagi kebutuhan akan para pekerja sintetik. Akhirnya, sejak 1825 dan seterusnya, hampir semua penemuan baru adalah hasil kolusi antara pekerja dan pemberi kerja yang dengan segala cara berusaha mendepresiasi kemampuan khusus para pekerja. Sesudah setiap pemogokan baru yang berdampak, muncullah sebuah mesin baru. Sedemikian terlewatkan oleh kesadaran pekerja bahwa penerapan mesin adalah semacam rehabilitasi, restorasi –sebagaimana akan disebutkan oleh M. Proudhon– sehingga di abad ke XVIII selama waktu yang amat lama ia menonjol terhadap dominasi otomatisasi yang baru dimulai. “Wyatt,” kata Doktor Ure,
“menemukan serie penggulung bergalur ... (jari-jari pemintal yang lazimnya dijulukkan pada Arkwright) ... Kesulitan utamanya bukanlah, menurut pengertianku, lebih terletak pada penemuan suatu mekanisme yang berswa-peran secara layak ... Melainkan dalam melatih mahkluk manusia untuk menolak kebiasaan-kebiasaan kerja mereka yang terlincah-lincah/tak-berhubungan, dan untuk mengidentifikasi diri mereka dengan keteraturan yang tetap dari otomatisasi yang kompleks. Tetapi, untuk merancang dan menata suatu koda disiplin pabrik yang berhasil, yang cocok bagi keperluan-keperluan kerajinan pabrik, adalah suatu usaha raksasa (Herkulian), suatu hasil agung dari Arkwright.” [I 21-22-23]
Singkat kata, dengan diperkenalkannya permesinan maka pembagian kerja di dalam masyarakat telah menjadi dewasa, tuas pekerja di dalam pabrik telah disederhanakan, modal telah dikonsentrasikan, makhluk manusia telah lebih jauh dilucuti.
Ketika M. Proudhon hendak menjadi seorang ahli ekonomi, dan untuk sesaat meninggalkan “evolusi ide-ide dalam hubungan serial di dalam pengertian,” maka pergilah dan ditimbanya erudisi dari Adam Smith, dari suatu masa ketika pabrik otomatik baru saja menyatakan keberadaannya. Sungguh , betapa bedanya antara pembagian kerja sebagaimana itu adanya di zaman Adam Smith dan sebagaimana kita melihatnya di pabrik otomatik! Agar supaia ini dimengerti selayaknya, kita hanya perlu mengutib beberapa pasase dari karya Dr. Ure: The Philosophy of Manufactures.
“Ketika Adam Smith menulis unsur-unsur ekonomi-nya yang abadi, dan permesinan otomatik nyaris belum dikenal, ia dengan sepantasnya dipandu untuk memandang pembagian kerjaq sebagai azas besar dari perbaikan manufaktur; dan ia menunjukkan, dalam contoh pembuatan-pasak, betapa setiap pekerja pengrajin,yang dengan begitu dimungkinkan untuk menyempurnakan dirinya sendiri dengan berpraktek di satu titik, menjadi seorang pekerja yang lebih cekatan dan lebih murah. Dalam setiap cabang manufaktur ia melihat bahwa sementara bagian adalah, berdasarkan azas itu, mudah dalam pelaksanaannya, seperti pemotongan kawat-kawat pasak dalam kepanjangan-kepanjangan seragam, dan beberapa lainnya lebih sulit dalam perbandingan, seperti pembentukan dan pemancangan kepala-pasak; dengan oleh karenanya ia menyimpulkan bahwa untuk masing-masingnya dengan sendirinya ditugaskan seorang pekerja dengan nilai dan ongkos yang sepadan. Perpadanan ini merupakan hakekat pembagian kerja itu sendiri ... Tetapi yang di zaman Dr. Smith adalah sebuah acara ilustrasi yang berguna, kini tidak dapat dipakai tanpa resiko penyesatan pikiran umum mengenai azas yang benar dari industri manufaktur. Sebenarnyalah, pembagian –atau lebih tepatnya pengadaptasian kerja menurut bakat-bakat yang berbeda-beda dari manusia, sangat kurang dipikirkan dalam pengerjaan di pabrik. Sebaliknya, manakala suatu proses mengharuskan kecekatan dan kemantapan tangan secara khusus, ia secepat mungkin dicabut dari pekerja yang pintar-busuk, yang berkecenderungan pada berbagai pelanggaran, dan ia diserahkan pada suatu mekanisme khusus, yang sedemikian mengatur-diri-sendiri, sehingga seorang anakpun dari memandorinya.
“Maka, azas sistem pabrik adalah, menggantikan ilmu mekanis untuk ketrampilan tangan, dan penyekatan suatu proses menjadi bagian-bagian esensialnya, bagi pembagian atau gradasi kerja di antara para pekerja tukang. Pada rancangan pertukangan, kerja yang kurang-lebih teralatih, lazimnya merupakan unsur produksi yang paling mahal ... Tetapi pada rancangan otomatik, kerja terlatih secara progresif dikesampingkan, dan akan, pada akhirnya, digantikan oleh sekedar para-pengawas mesin-mesin.
“Karena kelemahan sifat manusia terjadilah, bahwa semakin terampil si pekerja itu, semakin berkemauan-sendiri dan semakin tidak menurut pula ia cenderung menjadi, dan tentu saja, semakin kurang cocok suatu komponen dari sebuah sistem mekanis yang, dengan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sewaktu-waktu, ia akan mengakibatkan kerusakan besar pada keseluruhannya. Maka itu, sasaran utama dari manufaktur modern adalah, melalui penyatuan modal dan ilmu, mereduksi tugas para pekerjanya pada pelaksanaan kesiagaan dan kecekatan, – fakultas-fakultas, yang apabila dikonsentrasikan pada satu proses, akan secepatnya mencapai kesempurnaan pada yang muda.
“Mengenai sistem gradasi, seseorang mesti menjalani pemagangan bertahun-tahun sebelum tangan dan matanya menjadi cukup trampil untuk tindakan-tindakan mekanis tertentu; tetapi mengenai sistem dekomposisi suatu proses ke dalam bagian-bagiannya, dan mewujudkan setiap bagian dalam suatu mesin otomatik, seeorang dengan perhatian dan kemampuan umum dapat diserahi bagian elementer yang mana saja asesudah suatu masa percobaan singkat, dan dapat di transfer dari yang satu pada yang lainnya, pada setiap kedaruratan, berdasarkan pertimbangan sang mandor. Penerjemahan-penerjemahan seperti itu sepenuhnya berbeda dengan praktek lama kdalam pembagian kerja, yang menetapkan satu orang kdalam pembentukan kapala sebuah pasak, dan seorang lain untuk menajamkan ujungnya, dengan keseragaman yang luar biasa menjemuhkan dan memboroskan-jiwa, selama seluruh hidupnya ... Tetapi mengenai rancangan penyama-rataan (equalisation) dari mesin-mesin yang bergerak sendiri, si operator Cuma perlu mengerahkan fakultas-fakultasnya agar bekerja sepadan….. Karena tugasnya terdiri atas pengurusan pekerjaan sebuah mekanisme yang teratur dengan baik, ia dapat mempelajarinya dalam waktu singkat; dan ketika ia mentransfer pelayanan-pelayanannya dari satu mesin ke mesin lainnya, ia membedakan tugasnya, dan memperluas pandangan-pandangannya, dengan memikirkan pepaduan-perpaduan umum yang dihasilkan oleh kerja dirinya dan para rekankerjanya. Demikianlah, penjejalan fakultas-fakultas itu, penyempitan pikiran itu, pengerdilan bingkai itu, yang dianggap disebabkan oleh, dan bukannya tanpa alasan, oleh penulis-penulis moral, pembagian kerja, tidak dapat, dalam keadaan-keadaan biasa, terjadi dalam pendistribusian industri secara stabil ...
“Menjadilah, sebenarnya, tujuan dan kecenderungan tetap dari setiap perbaikan dalam permesinan untuk sepenuhnya menggantikan kerja manusia, atau untuk mengurangi biayanya, dengan menggantikan kerja kaum laki-laki dengan kerja kaum wanita dan anak-anak untuk; atau kerja tukang yang terlatih dengan kerja kaum pekerja biasa ... Kecenderungan untuk mempekerjakan yang masih anak-anak dengan mata yang awas dan jari-jari tangan yang terampil sebagai gantinya pekerja-pekerja berkelana yang sangat berpengalaman, membuktikan betapa dogma skolastik mengenai pembagian kerja menjadi tingkat-tingkat ketrampilan telah diledakkan oleh para manufaktur kita yang maju.” (André Ure, Philosophie des manufactures ou Economie industrielle, Vol. I, Bab. 1 [hal.34-35].)
Yang mengkarakterisasi pembagian kerja di dalam masyarakat modern adalah bahwa ia menimbulkan fungsi-fungsi yang terspesialisasi, kaum spesialis, dan dengan mereka kegendengan-tukang.
“Kita menjadi terpukau,” demikian Lemontey berkata,
“jika kita melihat di antara para orang Purba, orang yang sama mengangkat dirinya sendiri hingga suatu derajat tinggi sebagai seorang filsuf, seorang penyair, seorang orator, seorang sejarawan, seorang paderi, administrator, jendral sebuah angkatan perang. Jiwa kita tertegun pada pemandangan wilayah yang begitu luas. Setiap orang di antara ketia memasang pagarnya dan menutuyp dirinya di dalam bidangnya sendiri. Aku tidak tahu apakah dengan penyekatan ini bidang itu diperluas, tetapi aku mengetahui bahwa manusia telah dikerdilkan.”
Yang mengkarakterisasi pembagian kerja di pabrik otomatik adalah bahwa kerja di sana telah sepenuhnya kehilangan wataknya yang terspesialisasi. Tetapi pada saat berhentinya semua perkembangan istimewa, kebutuhan akan universalitas, kecenderungan ke arah suatu perkembangan integral dari individu mulailah dirasakan. Pabrik otomatik menghapus para spesialis dan kegendengan-tukang.
M. Proudhon yang bahkan tidak memahami sisi revolusioner yang satu ini dari pabrik otomatik, melangkah mundur setindak dan menyarankan pada si pekerja agar ia tidak membuat seperduabelas bagian dari pasak itu, tetapi secara berturut-turut membuat kesemua dua belas bagian dari pasak itu. Si pekerja itu dengan demikian akan sampai pada pengetahuan dan kesadaran pasak itu. Tidak seorangpun akan menyangkal bahwa melakukan suatu gerak maju dan suatu gerak mundur yang lain adalah juga membuat suatu gerak sintetik.
Sebagai kesimpulan, M. Proudhon tidak melangkah lebih jauh daripada ideal borjuis-kecil. Dan untuk meralisasikan ideal ini, ia tidak bisa memikirkan lebih jauh daripada membawa kita kembali pada si pengelana atau, paling-banter, pada si tukang ahli dari Abad-abad Pertengahan. Sudah cukup, demikian ia menulis di sesuatu tempat dalam bukunya, untuk menciptakan sebuah karya unggulan sekali dalam hidup, untuk merasakan dirinya sekali saja sebagai seorang manusia. Bukankah ini, dalam bentuk maupun dalam isi, karya besar yang dituntut oleh gilde dagang Abad-abad Pertengahan?
[33] Marx mengutip karya Adam Smith: A Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations dari edisi Perancisnya: Recherches sur la nature et les causes de la richesse des nations, T.I. Paris, 1802, hal.33-34.
[34] Bagi setiap orang kepunyaannya sendiri.
[35] Lemontey mengisyaratkan pada bukunya: Raison, folie, chacun son mot; petit cours de morale mis a la portee des vieux enfants (Reason, Folly, to Each His Own Word; a Short Course in Morality Within the Mental Reach of Old Children), Paris, 1801.
Marx mengutip karya Lemontey Influence morale de la division du travail, di dalam buku itu Lemontey merujuk pada buku tersebut di atas.
[36] Yang merupaikan hal yang mesti dibuktikan.
[37] Referensi sepenuhnya adalah: Ch. Babbage, Traite sur l’economie des machines et des manufactures, Paris, 1833, hal.230.