“Tesis tentang Feuerbach” ditulis oleh Karl Marx di Brussels, kemungkinan pada bulan April 1845. Karya ini ditemukan di buku catatan Marx 1844-47 di bawah judul “1) ad Feuerbach”. Tesis ini diterbitkan oleh Engels dalam Lampiran karyanya “Ludwig Feuerbach dan Akhir Filsafat Jerman Klasik” edisi 1888. Dalam pengantar untuk edisi ini, Engels menyebut dokumen teori penting ini “Tesis tentang Feuerbach”, dan maka dari itu demikianlah judul karya ini. Marx tidak berniat menerbitkan catatan ini, dan supaya catatan ini lebih dapat dipahami oleh pembaca, Engels membuat sejumlah perubahan editorial ketika mempersiapkan “Tesis” ini untuk penerbitan.
Sumber terjemahan: “Theses on Feuerbach”, Marx & Engels Collected Work, Volume 5, hal. 3-5, Lawrence & Wishart 2010.
Penerjemah: Ted Sprague (16 Juli 2021)
Kecacatan utama dari semua materialisme terdahulu (termasuk materialismenya Feuerbach) adalah bahwa hal-ihwal [Gegenstand], realitas, keindrawian, dipahami hanya dalam bentuk objek, atau kontemplasi, namun bukan sebagai aktivitas indrawi manusia, praktik, bukan secara subjektif. Maka dari itu, bertentangan dengan materialisme, sisi aktifnya dijelaskan secara abstrak oleh idealisme – yang, tentu saja, tidak mengenal aktivitas indrawi yang nyata. Feuerbach mengehendaki objek indrawi, yang sungguh dibedakan dari objek konseptual, tetapi dia tidak memahami aktivitas manusia itu sendiri sebagai aktivitas objektif. Dalam Das Wesen des Christenthums, dia oleh karenanya menganggap sikap teoretis sebagai satu-satunya sikap yang benar-benar manusiawi, sementara praktik dipahami dan dimaknai hanya dalam bentuk penampilannya yang kotor. Oleh karenanya, dia tidak memahami signifikansi dari aktivitas “revolusioner”, dari aktivitas “praktis-kritis”.
Masalah apakah pemikiran manusia dapat diakui sebagai kebenaran objektif bukanlah masalah teori melainkan masalah praktik. Dalam praktik manusia harus membuktikan kebenaran pemikirannya – yaitu, realitas dan kekuatan pemikirannya, keduniawian pemikirannya. Persengketaan mengenai nyata atau tidak-nyatanya pemikiran yang terisolasi dari praktik adalah perkara yang sepenuhnya skolastik.
Doktrin materialis mengenai perubahan keadaan dan pengasuhan melupakan bahwa keadaan diubah oleh manusia dan bahwa sang pendidik itu sendiri harus dididik. Maka dari itu, doktrin ini harus memecah masyarakat ke dalam dua bagian, yang satunya lebih unggul daripada masyarakat.
Terjadinya secara bersamaan perubahan keadaan dan perubahan aktivitas manusia atau perubahan-diri hanya dapat dibayangkan dan dipahami secara rasional sebagai praktik revolusioner.
Feuerbach berangkat dari fakta keterasingan-diri religius, dari fakta terduplikasinya dunia ke dalam dunia religius dan dunia sekuler. Dia berusaha mendamaikan dunia religius ke dalam landasan sekulernya. Tetapi, landasan sekuler ini memisahkan diri dari dirinya sendiri dan menegakkan dirinya sebagai sebuah kerajaan yang mandiri di awang-awang, dan ini hanya bisa diterangkan oleh konflik internal dan kontradiksi intrinsik dari landasan sekuler ini. Oleh karena itu, landasan sekuler tersebut harus dipahami dalam kontradiksinya dan direvolusionerkan dalam praktik. Dengan begitu, misalnya, setelah keluarga duniawi diketahui sebagai rahasia dari keluarga kudus, maka keluarga duniawi itu sendiri harus dihancurkan dalam teori dan dalam praktik.
Feuerbach, karena tidak puas dengan pemikiran abstrak, mengehendaki kontemplasi [yang indrawi]; tetapi dia tidak memahami keindrawian sebagai aktivitas indrawi-manusia yang praktis.
Feuerbach mendamaikan esensi agama ke dalam esensi manusia. Tetapi esensi manusia bukanlah abstraksi yang inheren di dalam tiap-tiap individu. Dalam kenyataannya, esensi manusia ini adalah himpunan dari relasi-relasi sosial.
Feuerbach, yang tidak mengkritik esensi yang nyata ini, maka dari itu terpaksa:
1. Mengabstraksi dari proses sejarah dan mengartikan sentimen religius [Gemüt] dengan sendirinya, dan mengandaikan adanya individu manusia yang abstrak, yang terisolasi.
2. Oleh karena itu, esensi hanya dapat dipandang sebagai “spesies”, sebagai sebuah karakter yang umum, batiniah, dan bisu, yang menyatukan banyak individu secara alamiah.
Feuerbach, sebagai konsekuensinya, tidak melihat bahwa “sentimen religius” itu sendiri adalah sebuah produk sosial, dan individu abstrak yang dia kaji datang dari sebuah bentuk masyarakat tertentu.
Semua kehidupan sosial pada dasarnya praktis. Semua misteri yang menggiring teori ke mistisisme menemukan solusi rasionalnya dalam praktik manusia dan dalam pemahaman akan praktik ini.
Titik tertinggi yang dicapai oleh materialisme kontemplatif, yakni materialisme yang tidak memahami keindrawian sebagai aktivitas praktis, adalah kontemplasi individu-individu tunggal dan kontemplasi masyarakat sipil.
Sudut pandang materialisme lama adalah masyarakat sipil; sudut pandang materialisme baru adalah masyarakat manusia, atau kemanusiaan yang sosial.
Para filsuf hanya menafsirkan dunia dengan berbagai cara; intinya adalah mengubahnya.